Dosen FT UGM Beberkan Keuntungan dan Kelemahan Paving Block dari Limbah Plastik
Bandung Kartininews.com - Bernama Toni Permana, seorang pria berusia 46 tahun asal Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, belakangan menjadi perbincangan publik setelah unggahan videonya viral di media sosial karena menyindir pemerintah seolah tidak ada perhatian.
Dalam video yang viral tersebut, Toni meluapkan kekecewaan karena ia telah berinovasi dan menghasilkan sebuah produk berupa paving block berbahan limbah plastik namun merasa tidak ada perhatian dari pemerintah. Dengan nada kesal, ia memperlihatkan hasil karyanya yang disebut telah ia kembangkan sejak tahun 2017.
Ia bercerita bagaimana seluruh proses produksi dilakukan secara mandiri, mulai dari membuat mesin manual hingga merakit sendiri alat pembuat paving block tanpa dukungan pihak mana pun.
“Mesin ini saya rakit sendiri dan sudah lolos uji emisi. Produk paving block ini juga sudah teruji, tapi faktanya tidak ada dukungan,” ujar Toni, Senin (6/10/2025).
Toni mengeklaim, hasil inovasinya telah mendapat sertifikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan lolos berbagai uji kualitas material.
Meski begitu, perjuangannya tak semulus yang diharapkan. Ia menilai pemerintah kurang memberikan ruang bagi inovator lokal untuk berkembang.
Unggahannya pun menuai gelombang simpati dari warganet. Banyak yang mendesak agar pemerintah, khususnya Gubernur Jawa Barat, turun tangan.
Pemerintah diminta memberikan dukungan nyata agar karya Toni tidak berhenti hanya sebagai upaya individu, tetapi bisa berkembang menjadi solusi pengelolaan limbah plastik yang berkelanjutan. Lantas, seperti apa pandangan pakar teknik sipil terhadap paving block berbahan limbah plastik ini?
Paving block limbah plastik untuk beban ringan
Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik UGM, Ir Ashar Saputra ST MT PhD, menjelaskan inovasi paving block berbahan limbah plastik kini memang semakin banyak dikembangkan di Indonesia.
Paving block berbahan limbah plastik merupakan salah satu alternatif upaya mengurangi penumpukan sampah plastik.
Meski begitu, ia menekankan bahwa produk semacam ini tetap harus melalui uji kelayakan dan kesesuaian standar teknis sebelum digunakan secara luas.
“Semua produk yang akan digunakan mestinya sudah diuji terlebih dahulu untuk disesuaikan dengan persyaratan dan penggunaannya,” ujar Ashar kepada wartawan.
Menurutnya, paving block memiliki beragam kelas penggunaan, mulai dari yang diperuntukkan bagi jalur kendaraan berat hingga kebutuhan ringan seperti area pejalan kaki atau halaman parkir rumah.
Karena itu, pemilihan bahan dasar, baik beton maupun plastik daur ulang, harus disesuaikan dengan fungsi dan beban yang akan ditopang.
“Sejauh yang saya tahu, untuk penggunaan beban ringan seperti pedestrian atau halaman parkir garasi rumah, paving block dari limbah plastik sudah memenuhi,” jelasnya.
Belum ada standar ideal pembuatan paving block Secara umum, lanjut Ashar, paving block baik yang berbahan beton maupun plastik dapat digunakan di berbagai kondisi lingkungan, selama tanah dasarnya disiapkan sesuai kaidah teknis.
Namun untuk bahan dari limbah plastik, ia menilai masih terdapat banyak variasi komposisi dan metode pembuatan, sehingga belum ada standar ideal yang bisa disepakati.
“Kalau dari limbah plastik, variasinya banyak sekali tergantung jenis plastik, ukuran potongan, dan metode pembuatannya. Jadi tidak ada yang bisa dikatakan ideal,” tuturnya menegaskan.
Ashar menambahkan, mutu produk menjadi faktor penentu utama dalam menentukan seberapa jauh paving block dari limbah plastik bisa dimanfaatkan.
Untuk saat ini, kinerja bahan tersebut baru sebatas memenuhi kebutuhan dengan beban ringan, dan belum direkomendasikan untuk jalan yang dilalui kendaraan berat.
“Tergantung dari mutu produknya, ingin mengejar penggunaan yang seperti apa. Namun sejauh yang saya tahu, kinerjanya baru bisa untuk jalur pedestrian dan parkiran rumah tinggal,” katanya.