Kartininews.com Bandung - Setelah meluncurkan program pendidikan karakter untuk 900 anak yang dianggap "nakal" di barak militer, gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memicu kontroversi publik. Anggaran sebesar Rp. 6 miliar dari APBD mendukung program, yang telah dimulai di beberapa wilayah seperti Purwakarta dan Bandung.
Gubernur Dedi mengatakan bahwa program ini ditujukan untuk remaja yang memiliki perilaku menyimpang, seperti tawuran, kecanduan game, merokok, minuman keras, dan balapan liar. Ia menegaskan bahwa program ini tidak dilakukan sebagai pemaksaan, tetapi sebagai tanggapan atas permintaan orang tua yang kewalahan dengan tanggung jawab mereka terhadap anak-anak mereka.
Kita membantu jika orang tuanya meminta bantuan untuk membina anaknya. Seperti dikutip dari berbagai sumber, Dedi Mulyadi mengatakan, "Jangan semuanya dilihat dari kacamata hukuman atau paksaan."
Dana sebesar Rp. 6 miliar dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan program, seperti seragam, makanan, dan penghargaan bagi pelatih TNI yang terlibat dalam pelatihan karakter ini. Metode pendidikan ini dikenal sebagai Pancawaluya, yang berfokus pada pembentukan karakter berdasarkan disiplin, tanggung jawab, dan pengendalian diri.
Sejumlah pihak, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), mengkritik kebijakan ini karena tidak efektif dan menggunakan pendekatan militeristik terhadap anak. Mereka berpendapat bahwa tindakan ini berpotensi mengabaikan prinsip perlindungan anak dan mengalihkan perhatian dari masalah sosial utama seperti kondisi keluarga dan akses pendidikan.
Dr. Gamal Albinsaid, seorang aktivis sosial dan dokter, menyampaikan kritik yang paling mendalam tentang seberapa penting anggaran pemerintah provinsi. Dalam video yang menjadi viral di media sosial, Dr. Gamal membandingkan alokasi Rp6 miliar untuk 900 anak "nakal" dengan kondisi lebih dari 650 ribu anak di Jawa Barat yang tidak bersekolah. Dia mengatakan,
"Anggaran Rp6 miliar untuk 900 anak perlu kita bandingkan dengan fakta bahwa 658.831 anak di Jawa Barat tidak bersekolah," dan "198.570 anak lulus tapi tidak melanjutkan pendidikan (LTM), "295.530 anak belum pernah sekolah" katanya.
Ia menyatakan bahwa penyelesaian masalah sistemik di bidang pendidikan adalah tugas moral dan konstitusional Gubernur Jawa Barat.
Gubernur Dedi menanggapi kritik dengan meminta semua pihak, termasuk KPAI, untuk bekerja sama untuk menyelesaikan masalah anak-anak di daerah, terutama mereka yang belum tersentuh kebijakan.
Pemprov Jabar menyatakan bahwa mereka telah menyiapkan anggaran sebesar Rp. 600 miliar untuk beasiswa bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera agar mereka tetap dapat bersekolah di sekolah negeri dan swasta, sebagai pelengkap dari program barak militer. Selain itu, perdebatan publik terjadi tentang kebijakan ini. Ada perbedaan antara perlunya tindakan preventif dan keras dalam mengatasi kenakalan remaja dan pentingnya melindungi ratusan ribu anak di Jawa Barat dari risiko putus sekolah yang lebih mendasar. (AF)