Iklan

Iklan

,

Iklan

PT HWI di Demo Warga Menuntut Prioritas Rekrut Karyawan Dua Desa Ring HW 1

Kartininews
May 27, 2025, 11:20 WIB Last Updated 2025-05-27T04:20:24Z

Jepara Kartininews.com - Warga dari Desa Banyuputih dan Gemulung pada hari Senin, 26 Mei 2025, berunjuk rasa di depan PT HWI. Mereka menuntut agar warga setempat yang dikenal sebagai Ring HW 1 Jepara dipekerjakan oleh perusahaan yang beroperasi di Desa Gemulung.


Kang Priyo, atau Priyo Hardono, menyatakan, "Kami mewakili warga masyarakat 2 (dua) desa menuntut HWI Jepara merekrut dan memperkerjakan tenaga kerja warga desa di ring 1 Jepara dan menuntut agar 27 orang warga desa diperkerjakan tanpa syarat dan diprioritaskan."

Tri Hutomo, didampingi Kang Priyo, menyatakan dalam orasinya bahwa ada mafia di HWI Jepara. Ini karena dalam proses rekrutmen tenaga kerja di HWI Jepara disinyalir bahwa calon tenaga kerja harus menyetorkan sejumlah uang atau "Nyogok" kepada oknum manajemen perusahaan.

Sebelum demonstrasi dimulai, orang-orang melakukan doa bersama yang dipimpin oleh ulama Syech Mudhofar agar acara berlangsung damai, aman, kondusif, dan tidak anarkis. Kemudian mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Selain itu, mereka melakukan tabur bunga sebagai tanda duka cita setelah berorasi. Dengan membawa keranda bertuliskan "Matinya hati nurani HRD dan jangan jadikan kami budak di depan pintu gerbang PT. Hwa Seung Indonesia (HWI Jepara)."

Selain itu, peserta demonstrasi terlihat membawa puluhan spanduk dengan tuntutan warga Desa Banyuputih dan Desa Gemulung. Salah satunya meminta pemegang perusahaan untuk memecat atau memecat Manajer HRD Guntur Suhendro dan keluarganya.

Selain itu, para karyawan PT. Hwa Seung Indonesia (HWI Jepara), baik yang bekerja di dalam pabrik maupun yang makan siang di kantin pabrik, menarik perhatian pada aksi unjuk rasa.

Tri Hutomo menyatakan bahwa warga Desa Banyuputih dan Gemulung harus diprioritaskan untuk bekerja di HWI Jepara karena keberadaannya saat ini menimbulkan banyak masalah serius, seperti AMDAL Lalin, saluran air, dan penutupan TPA Gemulung.

Menurut pengamatan kami, demonstrasi yang diawasi oleh kepolisian, TNI, dan Satpol PP berlangsung damai. Para pendemo tidak melakukan tindakan anarkis dan hanya berharap tuntutan mereka dipenuhi.

Korban Kebakaran Kendaraan Bermotor Datangi Rumah Pengelola Parkir

Pada Senin (5/5/2025) lalu, tempat parkiran penitipan sepeda motor di belakang PT Hwa Seung Indonesia (HWI Jepara) terbakar, menyebabkan banyak sepeda motor hangus. Para pemilik kendaraan yang terbakar juga berharap mendapatkan kompensasi.


Puluhan pekerja PT HWI kembali menggeruduk rumah Semi di Desa Gemulung, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, pada hari Rabu (22/5) malam. Dikenal bahwa Semi mengelola tempat parkiran penitipan sepeda motor yang ludes terbakar. Para pekerja masih mengenakan pakaian kerja mereka saat mereka tiba di rumah Semi. Mereka semua karyawan PT HWI, baik laki-laki maupun perempuan, terlibat dalam penuntutan ganti rugi karena si jago merah melanggar ratusan sepeda motor.

Korban kebakaran mengkritik pengelola parkir yang tidak responsif setelah kejadian tragis tersebut. Kasus tersebut belum diselesaikan hampir tiga pekan kemudian.

David, Sekretaris PUK Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP) lokal, menyatakan bahwa pihak pekerja ingin mendapatkan kejelasan resmi dari pemilik parkir tentang pembayaran ganti rugi.

Menurutnya selama ini, para pekerja terkendala dalam mobilitas untuk berangkat ataupun pulang kerja. Termasuk kegiatan sehari-hari lainnya.

Para pekerja yang menjadi korban percaya bahwa kelalaian adalah penyebab kebakaran ratusan sepeda motor di parkir berbayar (Parkir Spyro) di belakang PT. HWI.

Para perwakilan korban menunjukkan kesepakatan bahwa mereka akan bertanggung jawab sepenuhnya untuk membayar ganti rugi. Selain itu, dalam surat pernyataan ganti rugi tersebut tertulis kesediaan untuk menyerahkan aset yang dimiliki pengelola jika pengelola menentang kesepakatan.

Namun, audiensi tersebut tidak juga menghasilkan hasil. Pada Kamis (22/5), dia ringkas, "Buntu, pengelola tidak berkenan tanda tangan."

"Kuasa hukumnya sudah mengirim surat ke Polres untuk mediasi," kata David. Dia menyatakan bahwa pengelola tetap ingin menunggu jadwal mediasi yang telah diajukan oleh kuasa hukum pengelola. (NM)

Iklan