Seorang Perangkat Desa Damarjati Melaporkan Ke Polisi Warganya atas Dugaan Kekerasan Verbal
Jepara Kartininews.com - Geger geden dimulai setelah seorang perangkat Desa Damarjati, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara, bernama Nur Khalimah (41), resmi melaporkan dugaan kekerasan verbal dan intimidasi ke Polres Jepara. Laporan tersebut tertuang dalam Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan (Rekom: Lap. Aduan/B51/X/2025/Res Jepara) yang diterbitkan pada 18 Oktober 2025.
Dalam laporan itu disebutkan, peristiwa dugaan kekerasan verbal terjadi pada hari Rabu, tanggal 15 Oktober 2025 sekitar pukul 09.00 WIB, bertempat di Balai Desa Damarjati, Kecamatan Kalinyamatan, Jepara. Teradu dalam kasus ini diketahui bernama Agus Riyanto.
Menurut keterangan pelapor, awal mula kejadian adalah ketika teradu datang ke kantor desa untuk menanyakan klaim BPJS atas nama almarhum Suwarno. Namun, saat diberitahu bahwa klaim tersebut belum bisa keluar. Kemudian oleh teradu diduga langsung marah-marah dengan nada keras dan menggebrak meja, bahkan sampai mengatakan kalimat tidak pantas seperti kata gobl*k , as* yang ditujukan kepada perangkat desa yang bertugas saat itu.
Menurut pelapor juga menyatakan bahwa teradu tidak berhenti di situ, yang sedang berada di balaidesa saat itu adalah, Muhammad Purnomo, perangkat desa lainnya, sempat ditarik-tarik kerah bajunya oleh teradu. Atas kejadian dan aksi teradu tersebut sontak membuat suasana kantor balai desa memanas dan menjadi perhatian sejumlah pihak saksi di lokasi.
Atas kejadian yang tidak menyenangkan ini, Nur Khalimah merasa terintimidasi dan melapor ke Polres Jepara untuk memperoleh perlindungan hukum. Laporan diterima langsung oleh Brigadir Puji Subandono, SH dari jajaran Satreskrim Polres Jepara.
Dasar Hukum dan Ancaman Pidana
Tindakan kekerasan verbal, intimidasi, dan penarikan kerah baju sebagaimana dilaporkan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan tidak menyenangkan atau pengancaman sebagaimana diatur dalam Pasal 335 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak kategori II.”
Selain itu, apabila dalam peristiwa tersebut terdapat unsur penghinaan atau pencemaran nama baik dengan kata-kata kasar di muka umum, maka dapat pula dikenakan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan atau pencemaran nama baik, dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau denda.
Jika kasus ini, terbukti terdapat unsur kekerasan fisik, maka dapat diperluas menggunakan Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan.
Harapan Penegakan Hukum
Pihak kepolisian diharapkan menindaklanjuti laporan ini dengan prosedur profesional, memeriksa saksi-saksi, serta memediasi pihak-pihak jika dimungkinkan. Namun apabila terbukti ada unsur pidana, penyidik dapat meningkatkan status laporan menjadi laporan polisi (LP) untuk proses hukum lebih lanjut.
Kasus ini diharapkan menjadi pengingat bagi masyarakat agar menjaga etika dan komunikasi di lingkungan pemerintahan desa. Kritik atau keberatan seharusnya disampaikan dengan santun tanpa disertai kekerasan verbal maupun fisik.
Petinggi Desa Damarjati Sebut Masalah ini Hanyalah Salah Paham
Seorang warga Desa Damarjati yang telah dilaporkan ke polisi ini sudah masuk ke ranah hukum setelah adanya laporan dari pelapor.
Warga yang teradu, Agus, ini mengaku datang ke Balaidesa untuk mengurus administrasi BPJS keluarganya mengaku kecewa karena berharap bisa diuruskan keperluannya karena persyaratan BPJS tersebut namun mendapati sebagian perangkat desa belum hadir di kantor meski sudah memasuki jam kerja. Ia juga menyoroti keberadaan Petinggi Desa Damarjati, Kusno, yang saat itu tidak berada di tempat.
“Pukul 09.00 WIB baru ada dua orang perangkat desa. Yang lain baru datang sekitar jam 10 hingga jam 11 siang. Bahkan ada yang tidak masuk tanpa izin,” ujar Agus Alesta dengan nada kesal saat ditemui wartawan.
Tidak hanya soal keterlambatan pegawai, Agus juga menyinggung kurangnya transparansi proyek desa, terutama proyek cor jalan yang disebutnya tidak sesuai spesifikasi dan mengalami keretakan. “BPJS ketenagakerjaan 10 bulan belum dibayar. Pembangunan jalan juga banyak yang tidak sesuai ukuran,” tambahnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Petinggi Desa Damarjati, Kusno, membantah keras bahwa pelayanan di desanya tidak berjalan baik. Ia menjelaskan bahwa ketidak-hadirannya saat kejadian lantaran tengah menghadiri acara pernikahan.
“Agus itu mungkin kurang paham. Pemdes sudah bekerja maksimal, termasuk urusan BPJS yang kini sudah dalam tahap pencairan,” jelas Kusno.
Kusno juga menilai kemarahan Agus lebih disebabkan faktor psikologis dan tekanan pribadi. “Saya pasrahkan semua pada Gusti Allah. Saya tidak melakukan kesalahan. Warga yang marah itu sedang banyak beban, mungkin dari segi ekonomi maupun mental,” ujarnya kepala desa.
Pernyataan Agus ini juga dibantah oleh Febri, staf Kasi Kesejahteraan Desa Damarjati. Ia mengaku tidak terima atas tuduhan bahwa para perangkat desa malas bekerja.
"Tidak benar kalau kami tidak masuk kerja. Justru saya yang merasa dilecehkan karena baju saya ditarik-tarik saat kejadian,” ungkap Febri yang tampak kecewa.
Febri menambahkan bahwa pihaknya siap membuka data kehadiran dan laporan pekerjaan perangkat desa untuk membuktikan bahwa pelayanan tetap berjalan seperti biasa.
Warga Minta Evaluasi Kinerja Aparat Desa
Atas Peristiwa adu mulut antara warga dan perangkat desa Damarjati Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara kini menjadi viral dan diperbincangkan di media sosial. Sejumlah warga Damarjati berharap kejadian tersebut menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah desa agar pelayanan publik lebih disiplin dan transparan.
"Kami datang ke Balai Desa pagi-pagi dengan harapan bisa terlayani dengan baik, namun sangat disayangkan hingga pukul 9.00 Wib, hanya baru ada 2 pejabat desa yang hadir," ujar Agus kepada awak media yang ada dilokasi Balai Desa Damarjati. Rabu, (15/10/2025)
"Sangat disayangkan sekali perilaku pejabat publik yang seharusnya menjadi contoh bagi warganya, malah seenaknya saja dalam melaksanakan tugasnya," imbuhnya.
Ia juga menyayangkan ada beberapa perangkat Desa yang tidak masuk kerja tanpa surat izin.
Agus mengharapkan untuk kedepannya bisa merubah kebiasaan terlambat masuk kerja ataupun bolos tanpa izin dan ini menjadi perhatian kita semua terutama Dinas Densospermades untuk memberikan teguran atau sangsi demi terciptanya pegawai yang disiplin.
Kedatangan Agus dan keluarga bapak Suwarno (alm), RT02/05, Desa Damarjati, (salah satu perangkat Desa Damarjati yang meninggal dunia) ingin menanyakan status BPJS Ketenagakerjaan milik Bapak Suwarno (alm) Kamituwo Desa Damarjati saat masih hidup.
Alih-alih mendapat informasi yang menggembirakan, justru malah mendapat fakta yang mencengangkan. Premi BPJS ketenaga-kerjaan bapak Suwarno (alm) malah nunggak selama 10 bulan, hal itu sontak mengundang perhatian para awak media, untuk menggali infomasi.
Awak media beserta warga menunggu kaur keuangan Desa Damarjati, Nur Khalimah untuk dimintai keterangan terkait adanya informasi tersebut. Kurang lebih pukul 9.30 Wib nampak kaur keuangan Desa Damarjati memasuki Balai Desa, itupun karena sebelumnya sempat dipanggil via telpon.
Dalam keterangganya, Nur Khalimah menyampaikan, terkait keterlambatan pembayaran premi BPJS ketenagakerjaan milik almarhum Suwarno adalah kelalaiannya.
"Karena pembiayaan premi BPJS Ketenagakerjaan seluruh Staff pemerintahan desa Damarjati diambil dari dana BHPN Desa, biasanya bisa dicairkan per 6 bulan sekali, dikarenakan selama 10 bulan tarakhir ini saya banyak kerjaan, jadi belum bisa menangani tugas saya tersebut," jelasnya.
“Kalau semua pihak bisa saling menahan diri dan terbuka, hal seperti ini tidak perlu terjadi. Yang dibutuhkan masyarakat itu pelayanan cepat dan jujur,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Pengamat: Pelayanan Publik di Desa Harus Humanis dan Terbuka
Menanggapi fenomena ini, Dr. Dimas Prasetyo, pengamat kebijakan publik dari Universitas Negeri Semarang, menilai bahwa insiden seperti di Damarjati sering kali muncul akibat komunikasi yang buruk antara aparat desa dan warga.
“Pelayanan publik di desa harus humanis dan transparan. Jangan biarkan warga merasa diabaikan. Sekecil apa pun aspirasi masyarakat harus didengar, karena desa adalah garda terdepan pemerintahan,” tegas Dimas.
Ia juga menambahkan bahwa perlu ada sistem kehadiran digital dan laporan transparan proyek desa agar kinerja perangkat bisa dipantau publik secara terbuka. (ag)