Manado Kartininews.com - Dugaan korupsi dalam pengelolaan dana pendidikan kembali mencoreng dunia pendidikan di Sulawesi Utara. Kepala SMK Negeri 3 Manado berinisial SR diduga menyelewengkan Dana BOS, Dana Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM), dan Dana Peran Serta Masyarakat (PSM) tanpa transparansi. Desakan agar Polda Sulut turun tangan pun semakin menguat.
Data yang dihimpun menyebutkan, besarnya dana yang masuk ke SMKN 3 Manado setiap tahun mencapai angka fantastis. Dana BOS sekitar Rp 2,6 miliar per tahun. Dana ADEM untuk 14 siswa ditaksir sebesar Rp 560 juta/tahun, dan Dana PSM yang dipungut Rp 50.000 per siswa per bulan juga diduga tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Sejumlah guru yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler hampir tidak pernah berjalan, namun dana terus ditarik. Mereka menduga kuat Kepala Sekolah SR bersama bendahara sekolah kerap menarik dana tersebut tanpa kejelasan penggunaannya dan juga laporannya.
“Pengelolaan dana sangat tertutup. Tidak ada musyawarah, dan banyak program yang tidak berjalan. Tapi anggaran tetap diambil,” ujar salah satu guru kepada wartawan.
Saat dikonfirmasi pada Rabu (30/4), Kepala Sekolah SR membantah tuduhan tersebut. “Buat apa ada brankas kalau dana BOS mau dibawa pulang?” terangnya.
Begitu pula Bendahara Sekolah, Yulien Mokosolang, belum memberikan klarifikasi walau telah dihubungi berulang kali.
Menanggapi persoalan ini, penggiat antikorupsi Edy Rompas dari Walhi Sulut angkat bicara. “Jika benar terbukti, kami mendesak Polda Sulut untuk segera mengusut tuntas dugaan korupsi ini.
Dana pendidikan bukan untuk dipermainkan, ini menyangkut masa depan anak-anak,” tegasnya.
Desakan agar aparat penegak hukum, khususnya Polda Sulawesi Utara dan Kejati Sulut, segera mengambil langkah tegas kian menguat.
Masyarakat berharap kasus ini tidak tenggelam begitu saja dan menjadi pintu masuk pembenahan tata kelola anggaran pendidikan di Sulawesi Utara. Transparansi dan integritas pengelolaan dana publik wajib ditegakkan tanpa kompromi.
Bendahara SMKN 3 Manado Klarifikasi Isu Korupsi
Bendahara SMK Negeri 3 Manado, Yulien Mokosolang, membantah dugaan korupsi yang menyeret nama Kepala Sekolah SR terkait pengelolaan Dana BOS, ADEM, dan Peran Serta Masyarakat (PSM).
Ia menegaskan seluruh aliran dana dikelola sesuai ketentuan dan tercatat dalam dokumen resmi serta telah diaudit rutin oleh lembaga pengawas. Klarifikasi ini disampaikan Yulien Mokosolang menyusul desakan sejumlah pihak agar Polda Sulawesi Utara menyelidiki dugaan penyelewengan dana pendidikan di SMKN 3 Manado. Isu ini mencuat setelah muncul laporan bahwa pengelolaan dana dilakukan secara tertutup tanpa musyawarah, dan sejumlah kegiatan sekolah tidak berjalan meski dana telah dicairkan.
Menurut Mokosolang, untuk Dana BOS, proses pencairan selalu dilakukan melalui koordinasi dengan Kepala Sekolah. Dana tersebut kemudian dibayarkan kepada pihak-pihak sesuai permintaan dan kebutuhan anggaran yang telah diajukan. Sementara untuk Dana Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM), Mokosolang menyebut terdapat 12 siswa penerima manfaat, masing-masing menerima Rp2.300.000 per bulan. Dana ini dicairkan pada Maret dan akan kembali dicairkan di semester dua, namun siswa kelas XII yang telah lulus tidak lagi menerima bantuan tersebut per Juli.
“Untuk Dana PSM, pengelolaannya dilakukan oleh Bendahara PSM atas nama Ibu Ruth Dimpudus.
Faktanya, hanya sebagian siswa yang membayar iuran, sementara sebagian besar tidak.
"Informasi lebih detail bisa dikonfirmasi langsung kepada bendahara PSM,” jelas Mokosolang,” Kamis (1/5/2025).
Ia juga menegaskan bahwa seluruh dokumentasi pengeluaran dana tercatat dalam buku keuangan sekolah dan rutin diaudit oleh Inspektorat, BPKP, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Memang ada beberapa temuan dari BPK, seperti biaya transportasi ke luar daerah dan penginapan yang dianggap tidak sesuai,” tambahnya.
Sebelumnya, informasi yang beredar menyebutkan dana yang dikelola SMKN 3 Manado mencapai angka besar. Dana BOS disebut mencapai Rp2,6 miliar per tahun, Dana ADEM untuk 14 siswa mencapai sekitar Rp560 juta per tahun, dan Dana PSM yang dipungut Rp50.000 per siswa per bulan juga turut dipersoalkan.
Beberapa guru yang enggan disebutkan namanya menuding bahwa kegiatan ekstrakurikuler tidak berjalan sebagaimana mestinya, namun dana tetap ditarik.
Mereka menduga pengelolaan dana dilakukan secara sepihak oleh Kepala Sekolah SR dan bendahara sekolah tanpa transparansi.
Menanggapi situasi ini, aktivis antikorupsi dari Lembaga Investigasi Nasional, Edy Rompas, menyatakan perlunya langkah tegas dari aparat hukum.
“Jika benar terbukti, kami mendesak Polda Sulut untuk segera mengusut tuntas dugaan korupsi ini.
Dana pendidikan bukan untuk dipermainkan, ini menyangkut masa depan anak-anak,” tegas Rompas.
Meskipun telah ada klarifikasi dari pihak bendahara, polemik pengelolaan dana pendidikan di SMKN 3 Manado tetap menyisakan pertanyaan publik. Diperlukan keterbukaan, audit yang lebih transparan, dan penyelidikan menyeluruh untuk memastikan tidak ada penyimpangan dana pendidikan yang merugikan siswa.
Bukti Aliran Uang dan Pengakuan Sumber Buktikan Kebohongan Kepala Sekolah
Pernyataan Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Manado, Sylvia Ransulangi, yang menyebut tidak pernah menerima dana Peran Serta Masyarakat (PSM) ke rekening pribadinya, terbantahkan oleh bukti-bukti kuat yang dikantongi sejumlah sumber internal.
Investigasi justru mengungkap adanya aliran dana tunai dan transfer yang diduga mengalir langsung ke sang kepsek, bahkan dengan perintah eksplisit untuk mengambil dana dari pengelola.
“Tidak pernah menerima aliran dana PSM dan tidak pernah ada dana masuk ke rekening pribadi,” tegas Sylvia melalui WhatsApp, Sabtu (1/5/2025).
Namun, pernyataan itu terkontradiksi dengan temuan di lapangan.
Berdasarkan keterangan saksi, bukti kwitansi, dan catatan transaksi, diketahui bahwa sebagian dana PSM justru ditarik langsung oleh kepala sekolah, bahkan ada yang diarahkan untuk disetor ke rekeningnya.
Sumber terpercaya mengungkap bahwa dana PSM yang awalnya dikumpulkan melalui virtual account BNI sebesar Rp150.000 per siswa (kelas X-XII), mulai 2024 beralih ke setoran manual Rp50.000 akibat protes atas ketertutupan pengelolaan dana. Di sinilah muncul dugaan penyalahgunaan.
“Ada bukti transfer ke rekening pribadi beliau, juga beberapa kali dana ditarik tunai langsung oleh kepala sekolah atau atas suruhan beliau,” beber sumber yang minta identitasnya dirahasiakan.
Lebih jauh, dana sewa kantin pun tak luput dari sorotan. Beberapa penyewa mengaku diminta menyetor dana bervariasi antara Rp2 juta hingga Rp2,5 juta per bulan ke pihak sekolah—dan tidak semuanya melalui mekanisme resmi.
Kepsek berdalih dana PSM dipakai untuk kebutuhan sekolah yang tidak dibiayai oleh BOS maupun APBD.
Ia menyebut dana digunakan untuk mendanai perjalanan ke Bali dalam rangka MoU Program ADEM dan kegiatan LKS Nasional di Surabaya.
Namun, ketika ditanya tentang bukti kwitansi, buku kas, dan dokumen pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut, Sylvia justru enggan menjawab. Ia meminta agar wartawan menemuinya langsung di sekolah pada Senin (2/5).
“Nanti Senin saja kita ketemu di sekolah,” ujarnya singkat, menghindar dari konfirmasi lanjutan.
Salah satu informan yang juga staf di lingkungan sekolah menyebut bahwa pernyataan kepsek hanya strategi menghindari proses hukum.
Bahkan, ia menyebut masih menyimpan dokumen dan bukti kuat lain yang siap dibawa ke aparat penegak hukum.
“Kalau bilang tidak pernah menerima dana, itu bohong. Kita punya bukti. Kalau memang bersih, kenapa menghindar waktu ditanya soal kwitansi?” ungkapnya.
Melihat eskalasi dugaan kebohongan publik yang disampaikan seorang pejabat pendidikan, berbagai kalangan mendorong Polda Sulut untuk segera turun tangan dan memanggil semua pihak terkait, termasuk bendahara, pengelola dana PSM, dan penyewa kantin.
“Ini soal integritas lembaga pendidikan. Jika kepala sekolah berbohong soal aliran dana, maka harus ada tindakan tegas. Jangan lindungi pelanggar,” tegas aktivis Sulut, Edy Rompas.